Pengertian Bahasa Hukum
Naskah hukum harus disusun dengan bahasa hukum yang baik
dan benar. Bahasa hukum adalah bahasa yang digunakan dalam bidang hukum yang
khas dan harus memenuhi kaidah-kaidah bahasa yang baik dan benar (BPHN dalam
Hadikusuma, 2010: 2).
Ruang lingkup bahasa hukum bisa meliputi bahasa hukum
tulisan, bahasa hukum bunyi, dan bahasa hukum warna. Bahasa hukum tulisan bisa
meliputi undang-undang, peraturan pemerintah, atau perjanjian. Bahasa hukum
bunyi bisa berupa bunyi bel tanda masuk kelas atau kantor, sedangkan bahasa
hukum berupa tanda bisa berupa rambu lalu lintas. Bahasa hukum berupa warna
tercermin pada warna hijau, kuning, dan merah pada lampu lalu lintas.
Bahasa hukum bisa
dimengerti dalam perspektif luas maupun sempit. Dalam arti luas bahasa hukum
adalah rangkaian kata-kata, bunyi dan lambang yang menyatakan atau
menggambarkan suatu kehendak, perasaan, pikiran, atau pengalaman yang ada di
dalam hukum atau yang terkait dengan hukum terutama dalam kaitannya dengan
manusia lain.
Dalam arti sempit bahasa hukum Indonesia adalah
bahasa Indonesia dalam bidang hukum yang meski punya karakteristik tersendiri,
tunduk pada syarat-syarat dan kaidah-kaidah bahasa Indonesia (www.academia.edu/bahasa_hukum_indonesia).
Penggunaan Bahasa Indonesia dalam hukum perjanjian diatur secara khusus di
Pasal 31 Ayat (1) Undang-Undang No. 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan
Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan. Pasal 31 Ayat (1) menyebutkan bahwa Bahasa Indonesia wajib digunakan
dalam nota kesepahaman atau perjanjian yang melibatkan lembaga negara, instansi
pemerintah Republik Indonesia, lembaga swasta Indonesia atau perseorangan warga
negara Indonesia. Maka, setiap bentuk perjanjian, termasuk kesepakatan
perdamaian mediasi harus ditulis menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan
benar. Bahkan ketika harus melibatkan orang asing dan harus dituliskan dalam
bahasa asing orang tersebut dan/atau bahasa Inggris, bahasa Indonesia tetap
digunakan sebagai bahasa utama dalam perjanjian sebagaimana disebutkan di Pasal
1 Ayat (2).
Hukum tertulis akan lebih mudah dipahami dan dilaksanakan
apabila ditulis dengan bahasa Indonesia yang tetap, terang, monosemantik, dan
eklektik. Dalam penyusunan bahasa hukum yang baik diperlukan pemahaman tentang
politik hukum dan teknik hukum yang berlaku (Hadikusuma, 2010: 20).
Supriyono, SH, S.Pd., SE, MM, CM
pintarbahasa@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar